Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI berhasil mengembangkan pembangkit listrik berteknologi sel surya, angin, dan hidrogen. Meski demikian, hasil riset putra-putra bangsa ini tidak diaplikasikan pemerintah daerah.
Wakil Kepala LIPI Lukman Hakim mengatakan hal itu, Selasa (2/9) di Jakarta.
Secara terpisah, Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Indroyono Soesilo mengatakan, inovasi energi yang dihasilkan LIPI itu sangat bermanfaat untuk penanggulangan kemiskinan masyarakat, antara lain, pada upaya pemenuhan kebutuhan listrik. Hal ini mengingat rasio elektrifikasi yang masih sangat rendah, yakni hanya 54 persen dengan produksi listrik terpusat di Pulau Jawa ( 80 persen) dan selebihnya di Sumatera (11 persen), serta di Kalimantan dan Indonesia Timur sebesar 9 persen.
Menurut Indroyono, pemerintah sudah meningkatkan peluang investasi penanggulangan kemiskinan di tingkat kecamatan, di antaranya melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Kebijakan ini sebagai sinergi program antardepartemen yang bisa mengakumulasikan dana penanggulangan kemiskinan per kecamatan mencapai Rp 3 miliar dalam setahun.
βIni peluang bagi LIPI untuk menawarkan inovasi-inovasinya yang sekarang makin terbuka lebar,β kata Indroyono.
Menurut Lukman, LIPI memproduksi pembangkit listrik hibrid sel surya, angin, dan hidrogen yang pertama kali di Indonesia, yaitu di Malingping, Banten. Kapasitas listrik yang dihasilkan mencapai 3.000 watt.
Menurut Indroyono, inovasi- inovasi dari lembaga riset seperti LIPI atau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) harus terus disempurnakan sehingga aplikatif bagi masyarakat. Jangan sampai hasil inovasi lembaga riset kalah bersaing dengan hasil inovasi masyarakat. Harus diakui, saat ini masyarakat terkadang bergerak lebih cepat dan kreatif dalam melakukan inovasi teknologi, termasuk teknologi bidang energi.