Skip to content

Bunuh Diri Karena Ketiadaan Cinta dan Dukungan

Psikolog yang juga pengajar di FKIP Universitas Lampung (Unila) Diah Utaminingsih, mengatakan maraknya aksi bunuh diri diantaranya karena kehilangan dukungan sosial dan kegagalan mendapatkan cinta dan perhatian baik dari pasangan maupun lingkungan.

“Umumnya pelaku bunuh diri adalah remaja dan orang dewasa, bahkan mereka pun berpendidikan. Hal itu diantaranya karena tidak adanya faktor protektif, cinta dan kehilangan dukungan sosial,” kata dia, di Bandarlampung, Kamis.

Ia mencontohkan, kasus ayah bunuh istri dan anak di Jawa Timur, kemudian bunuh diri, dari keterangan beberapa saksi pelaku sebagai sosok ramah dan pandai bergaul yang mendadak menjadi pendiam karena faktor kehilangan dukungan sosial.

Artinya, ketika mendapatkan suatu masalah tidak bisa membagi ke orang lain yang dapat memberikan solusi karena seluruh lingkungan sudah membenci dia.

Selain itu, sebagai orang dewasa dituntut harus mandiri, mampu menanggung konsekuensi tanpa menyalahkan orang lain dan karena kurang berhasilnya dalam kehidupan sosial (mungkin disebabkan karena terlalu berfokus pada diri sendiri), ia merasa dilabel oleh lingkungan pribadi yang gagal, sehingga jalan pintas yang diambil adalah bunuh diri.

Terkait mengajak atau membunuh orang lain, seperti yang juga terjadi di Lampung beberapa hari lalu seorang ayah sebelum bunuh diri membunuh kedua putranya, Diah mengatakan dari perspektif ilmu psikologi seseorang yang ingin bunuh diri ada tiga yakni mempunyai sifat untuk membunuh, dibunuh dan mati.

“Sehingga, punya keinginan untuk membunuh orang lain terlebih dahulu sebelum bunuh diri,” katanya.

Menurut Diah, yang juga mantan atlet senam itu, pada kasus ayah membunuh anak kemudian bunuh diri, bisa saja adanya kekecewaan, yakni selama ini telah melaksanakan tugas sang istri, kemudian mendapat label tidak menyenangkan dari lingkungan.

Ketika berkumpul kembali dengan istri, keinginan yang diharapkannya tidak tercapai, sehingga membunuh anak-anak sebagai tanggungjawabnya selanjutnya bunuh diri.

Sementara pada kasus remaja bunuh diri, biasanya pelaku hanya ingin protes terhadap orang-orang di sekitarnya, bahwa tidak ada yang menyayanginya.

“Maka, beberapa kasus sering ditemukan remaja mencoba bunuh diri dan masih dapat diselamatkan, karena pelaku sebenarnya tidak ingin mati hanya berusaha untuk selalu menjadi pusat perhatian,” kata dia lagi.

Psikolog itu menambahkan, umumnya pelaku bunuh diri adalah sosok pribadi yang ramah dan pandai bergaul yang mendadak kehilangan dukungan sosial karena terlalu fokus pada diri sendiri hingga akhirnya menjadi pendiam dan pemurung.

Sementara itu, di Lampung dalam dua hari terakhir terjadi aksi bunuh diri yakni seorang ayah sebelum bunuh diri, membunuh kedua putranya yang masih berusia sembilan dan delapan tahun. Ketiganya ditemukan tewas tergantung.

Kemudian, seorang yang diduga waria, bunuh diri juga dengan cara mengikat lehernya dan menggantungkan ke bagian rumah, dan sempat membawa keponakannya dengan cara digantung.

Namun, keponakannya tersebut sempat tertolong sehingga selamat.