Tak ada gading yang tak retak. Itulah peribahasa yang tepat bagi teknologi pesawat tempur nirawak Amerika Serikat. Pesawat tempur canggih tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh atau drone yang digunakan Amerika dalam misi pengintaian dan penyerangan di daerah peperangan ternyata mudah disabot.
Tim peneliti, yang juga dari Amerika, menguak rahasia menyabot dan melumpuhkan pesawat intai nirawak itu. Ilmuwan dari University of Texas di Austin menemukan metode spoofing, yakni teknik membajak sinyal dari satelit GPS (global positioning system) yang dikirim dari stasiun pengendali ke pesawat nirawak.
Tim ilmuwan itu meladeni tantangan dari US Department of Homeland Security (DHS) dalam mengulik kelemahan pesawat drone. Todd Humphreys dan timnya dari Laboratorium Radio Navigasi menunjukkan metode spoofing di depan para pejabat DHS. Ia menggunakan pesawat helikopter nirawak berukuran mini yang diterbangkan di atas sebuah stadion di Kota Austin.
Humphreys berhasil membajak sistem GPS pesawat nirawak milik universitas tersebut. Kendali pesawat nirawak dapat diambil alih setelah sistem GPS pesawat disusupi dan dikelabui.
“Bagaimana jika Anda bisa mengambil alih salah satu drone pengirim paket FedEx dan menggunakannya sebagai pengirim rudal?” kata Humphreys. “Ini mentalitas yang sama seperti yang dimiliki para penyerang 9 September 2001.”
Militer Amerika kini kerap menggunakan drone multifungsi ini karena bisa dikendalikan dari markas pusat yang terletak ribuan kilometer jauhnya. Drone kerap diterjunkan di daerah konflik seperti Afganistan dan Pakistan.
Para pengamat militer menyatakan demo metode spoofing yang dipertontonkan Humphreys menunjukkan potensi bahaya penggunaan drone dalam misi militer. Metode ini diduga kuat telah digunakan untuk menjatuhkan sebuah pesawat nirawak militer Amerika di Iran tahun 2011.
Noel Sharkey, pendiri International Committee for Robot Arms Control, mengatakan metode spoofing memanfaatkan sinyal GPS yang tidak terenkripsi. Sinyal ini biasanya digunakan pesawat sipil.
“Sangat mudah mengelabui sinyal yang tidak terenkripsi dari pesawat nirawak,” kata Sharkey. Ia mengatakan siapa saja yang terampil dapat melakukannya dan hanya memerlukan peralatan senilai US$ 1.000.
Sabotase drone dengan metode spoofing terbukti sangat efektif dan berbahaya. Sharkey mengatakan seorang pembajak dapat membuat pesawat nirawak seolah-olah “berpikir” meluncur ke lokasi yang ditetapkan dari markas pusat militer. Padahal pesawat itu melesat ke lokasi lain yang telah ditentukan pembajak.
Para pembajak juga dapat melumpuhkan pesawat nirawak, mencurinya, mengisinya dengan peledak, dan mengarahkannya ke suatu tempat lain. “Ini bisa menjadi sangat berbahaya karena mereka bisa mengubah arah dan meluncurkannya pada orang yang salah,” ujar Sharkey.