ada suatu masa, perajin sepatu di Cibaduyut, Bandung, dapat merancang sepatu penghasil listrik. Sambil melangkah, konsumen mengisi baterai telepon selulernya dengan kabel yang terhubung ke sepatu yang dikenakan atau dia dapat menyimpan listrik itu di dalam satu gadget dan menjualnya ke pengepul energi alternatif.
Inovasi lain bisa dilakukan oleh produsen komputer atau laptop. Mereka melapisi lembaran film di bawah papan ketik atau keypad. Ketika tuts ditekan atau mengetik, tercipta listrik sehingga perangkat elektronik tersebut tidak lagi membutuhkan listrik dari sumber-sumber tradisional selama ini.
Masa dan mimpi semacam itu kian dekat dengan ditemukannya virus penghasil listrik oleh peneliti dari University of California. Virus tersebut diciptakan oleh Byung Yang Lee dan peneliti lainnya di Laboratorium Physical Biosciences milik Departemen Energi Amerika Serikat.
Mereka menamakan virus ini M13, yang mengalami modifikasi genetik untuk membangkitkan energi ketika diberi tekanan. “Virus ini mengubah energi gerak menjadi energi listrik,” ujar Lee dalam laporan ilmiah yang terbit dalam jurnal Nature Nanotechnology pada 13 Mei lalu.
Dalam ilmu fisika bahan, sifat yang dimiliki M13 dikenal sebagai efek piezoelektrik. Bahan seperti ini akan membangkitkan energi ketika volumenya dipampatkan. Efek ini telah banyak dipelajari pada kristal dan polimer organik.
Pada bahan organik, pembuatannya amat rumit karena melibatkan zat beracun yang dicampurkan melalui proses rumit dalam suhu dan tekanan tinggi. Bahan piezoelektrik yang pernah diciptakan peneliti antara lain tulang, fibril kolagen, dan tabung nanopeptida.
M13 berbentuk batang. Panjang virus mencapai 880 nanometer atau seperempat kali lebih kecil daripada partikel asap rokok. Adapun ketebalannya hanya 6,6 nanometer atau tiga kali diameter rantai DNA. Terdapat 2.700 molekul protein yang menyusun dinding virus dengan lima protein yang menjulur di setiap ujung batang.
Dinding virus bisa diuraikan menjadi kerucut-kerucut protein dengan sudut bukaan sebesar 40 derajat. Selimut protein tersusun atas sembilan protein memanjang dengan salah satu ujung bertemu di ujung kerucut. Pengukuran lebih jauh menunjukkan struktur ini memiliki simetri rotasi dan simetri bidang miring. “Struktur simetri seperti ini biasanya memiliki sifat piezoelektrik,” ujar dia.
Setelah membuktikan kemampuan virus, peneliti meningkatkan kemampuannya dengan memanfaatkan teknik rekayasa genetika. Caranya adalah menambahkan empat asam amino bermuatan negatif ke salah satu ujung protein penyusun virus. Protein tambahan ini disebut residu, berguna memperbesar perbedaan tegangan pada ujung-ujung protein. Dengan demikian, terjadi peningkatan drastis voltase virus.
Virus hasil modifikasi kemudian dibariskan ke dalam sehelai lapisan film. Pekerjaan ini seperti menyusun keping Lego, dengan kepala virus ditempelkan ke ekor virus lain. Susunan virus ini seolah-olah membentuk jalinan kabel berukuran nano.
Penyusunan ini tidak terlalu rumit. Bentuk virus yang seperti batang memudahkan peneliti untuk menumpuknya satu sama lain. Mereka menggambarkannya seperti menyusun sumpit agar tersusun saling bersisian. Dengan sedikit goyangan dari luar, sumpit-sumpit akan saling sejajar. “Sifat alami virus batang berbaris rapi,” ujar dia.
Selembar film ternyata tidak cukup. Peneliti menumpuk lembaran berisi virus ini untuk menangguk lebih banyak listrik. Percobaan demi percobaan berujung pada kesimpulan bahwa efek piezoelektrik paling besar dihasilkan oleh 20 tumpukan film berisi virus.
Pengujian kemampuan virus dilakukan melalui demonstrasi di laboratorium. Peneliti membuat pembangkit listrik tenaga virus sederhana yang terdiri atas lempeng emas sebagai elektrode, kabel, pengukur tegangan, dan monitor liquid crystal display sederhana.
Tumpukan film berisi virus diisolasi ke dalam lapisan polydimethylsiloxane (PDMS) transparan. Ujung-ujung lembaran film terhubung dengan elektrode emas yang disambungkan dengan kabel. Tegangan pada ujung kabel terjadi ketika peneliti menekan PDMS dan virus yang ada di dalamnya.
Saat ditekan, molekul protein pada virus saling berdekatan. Pengetatan ukuran ini membuat terjadinya loncatan tegangan. Arus mengalir pada satu arah sehingga listrik tercipta. Pembacaan melalui voltmeter menunjukkan arus yang dihasilkan adalah sebesar enam nanoampere dan tegangan 400 milivolt.
Energi yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga virus ini setara dengan seperempat tegangan baterai AAA yang lazim digunakan sehari-hari. Terbukti, ketukan peneliti diterjemahkan menjadi angka “1” di monitor LCD.
Selepas penelitian, peneliti berpikir mengambil langkah maju. Anggota penelitian, Seung-Wuk Lee mengatakan, virus bisa menggandakan diri dengan cepat, yaitu satu juta replika dalam satu jam. Karena itu, energi listrik yang dihasilkan tak akan ada habisnya. “Energi yang dihasilkan tiada henti,” ujar Seung-Wuk.
Prospek energi dari virus juga semakin menjanjikan karena peneliti bisa menjinakkan virus. Menurut mereka, M13 tidak mengancam keselamatan manusia. Hanya bakteri tertentu yang bisa diserang oleh virus.
Peneliti membidik peralatan elektronik kecil untuk aplikasi pembangkit listrik tenaga virus. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena teknologi nano membuat peralatan elektronik akan semakin kecil dan irit daya. “Penelitian kami membuka jalan bagi pembuatan pembangkit listrik personal,” ujar Seung-Wuk, “teknologi ini bisa dipakai pada perangkat nano atau alat elektronik berbasis virus.”
Lembar film yang mengandung virus nantinya bisa ditempelkan pada sol sepatu, papan ketik, atau perangkat lain. Ketika cadangan bahan bakar fosil mulai habis, virus ini dapat menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.