Skip to content

Cara Menikmati Hari Tanpa Bayangan

Matahari adalah bintang yang berjalan. Sepanjang tahun, benda langit ini menempuh perjalanan mondar-mandir dari utara ke selatan.

Perjalanan matahari itu disebabkan oleh kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap bidang edar matahari. Kemiringan sebesar 23,5 derajat inilah yang membuat tampak berayun sepanjang tahun matahari.

Selama perjalanan tersebut, matahari menyinggahi berbagai kota di Bumi. Persinggahan dilakukan bergilir sesuai posisi lintang kota di bola Bumi. Pontianak, misalnya, yang berada pada lintang 0 derajat, mendapat kesempatan disinggahi matahari sebanyak dua kali dalam setahun.

“Matahari di atas Pontianak setiap tanggal 21 Maret dan 23 September,” ujar Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan Antariksa (Lapan) Thomas Djamaluddin saat dihubungi, Jumat, 2 Maret 2024.

Beda lagi dengan Jakarta. Matahari singgah di atas Ibu Kota setiap tanggal 4 Maret dan 8 Oktober. Maklum, kota yang dulu dipanggil Batavia ini berbeda lintang dengan Pontianak. Jakarta berada 6,2 derajat lebih selatan dari Pontianak yang berada di khatulistiwa.

Saat matahari singgah di atas kota, terjadi fenomena unik. Selama lima menit, benda-benda tegak seolah kehilangan bayangan. Peristiwa ini terjadi tepat tengah hari, sebelum azan zuhur berkumandang.

Lenyapnya bayangan benda terjadi karena perspektif pencahayaan. Sumber cahaya yang berada di atas benda seperti tabung atau balok maka bayangan akan jatuh di alasnya. Jika sumber cahaya bergeser sedikit saja, bayangan akan bergeser keluar dari alas. Bayangan serta-merta terbentuk.

“Pada hari tanpa bayangan, matahari persis di atas kepala sehingga bayangan jatuh di bawah bangunan,” kata Thomas.

Karena jatuh di bawah benda, bukan berarti bayangan benar-benar menghilang. Jika benda tersebut memiliki penampang alas lebih kecil ketimbang penampang atas, maka bayangan tetap bisa terlihat. Hal ini bisa diamati pada pohon.

Saat matahari tepat di titik tertinggi langit Jakarta pada Minggu, 4 Maret 2024 nanti, rimbun daun pepohonan akan menghasilkan bayangan di tanah. Karenanya, bayangan tak benar-benar menghilang pada hari Minggu nanti di Jakarta.

Fenomena hari tanpa bayangan akan terjadi di Jakarta pada Minggu, 4 Maret 2024. Pada saat itu, matahari akan berada tepat di atas Kota Jakarta dan membuat hampir semua benda tegak kehilangan bayangan selama beberapa menit pada tengah hari.

Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan Antariksa (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan lenyapnya bayangan di sebuah kota terjadi dua kali setiap tahun. Fenomena ini bagian dari rute gerak matahari yang bergerak dari selatan ke utara dan sebaliknya dalam satu tahun.

“Jika posisi matahari tepat di atas lintang sebuah kota maka benda tegak tak akan menunjukkan bayangan,” ujarnya saat dihubungi Tempo pada Jumat, 2 Maret 2024.

Pada Minggu nanti, matahari akan berada pada posisi 6,25 derajat Lintang Selatan, hampir sama dengan letak Kota Jakarta di 6,20 derajat Lintang Selatan. Tepat tengah hari, sekitar pukul 12.04 WIB, matahari akan berada tepat di atas kepala. Akibatnya, bayangan seolah lenyap karena jatuh tepat di tempat berpijak benda tersebut.

Lenyapnya bayangan pada tengah hari juga terjadi di kota lain. Pada Ahad, Serang juga mengalami peristiwa serupa.

Kota lain, yang terletak lebih selatan daripada Jakarta, akan mengalami fenomena itu lebih cepat. Bogor dan Semarang, misalnya, akan mengalami tengah hari tanpa bayangan pada Sabtu, 3 Maret 2024, sehari lebih dulu ketimbang Jakarta.

Sepekan terakhir, matahari memang berada di atas Pulau Jawa. Akibatnya, beberapa kota bergantian disinari matahari dari zenit. Kota Yogyakarta dan Surabaya berturut-turut kehilangan bayangan pada 1 Maret 2024 dan 29 Februari.

Bandung dan Sukabumi yang berada di 6,9 Lintang Selatan mengalami tengah hari tanpa bayangan pada Jumat, 2 Maret 2024. Namun Pelaksana Teknis Kepala Bidang Matahari dan Antariksa Lapan Sungging Emanuel Mumpuni mengatakan kantor Lapan di Bandung tak melakukan kegiatan khusus menyambut peristiwa ini. Alasannya, hal ini merupakan fenomena biasa yang tak banyak berpengaruh terhadap cuaca.

Menurut Thomas, fenomena lenyapnya bayangan untuk Jakarta selalu terjadi setiap tanggal 4 Maret dan 8 Oktober setiap tahun. Fenomena pada tanggal 4 Maret merupakan bagian dari perjalanan matahari dari Australia menuju khatulistiwa. Sementara pada 8 Oktober, matahari sedang dalam perjalanan dari khatulistiwa menuju Australia.

Lenyapnya bayangan lebih populer dengan Kota Pontianak, Kalimantan Barat, yang terletak persis di khatulistiwa. Di kota ini, bayangan menghilang setiap tanggal 21 Maret dan 23 September setiap tahun. Selama waktu ini, Monumen Khatulistiwa akan diterangi matahari dari atas sehingga tak meninggalkan jejak bayangan.

Tak hanya di Indonesia, Kakbah di Mekah juga mengalami tengah hari tanpa bayangan pada 18 Juli nanti. Selama ini bayangan jatuh menjauh dari Mekah sehingga bisa dipakai sebagai penanda arah kiblat oleh umat Islam.

Selain membuat bayangan hilang, posisi matahari yang berada di atas kota juga membuat suhu udara sedikit lebih tinggi dibandingkan hari biasa. Syaratnya, matahari tak terhalang awan dan angin berembus pelan. “Jika langit mendung dan angin kencang, suhu udara normal,” ujar Thomas.

Matahari merupakan benda langit yang berayun dari utara ke selatan dalam setahun. Bintang induk ini berada pada titik paling selatan setiap 21 Desember, mengakibatkan musim panas di Benua Amerika Selatan, Afrika bagian selatan, dan Australia. Enam bulan kemudian, pada 21 Juni, matahari berada di titik paling utara, mengakibatkan musim panas di Benua Eropa dan Amerika Utara, serta negara seperti Jepang dan Korea.

Hari tanpa bayangan matahari akan terjadi pada 21-22 Maret dan 21-22 September 2024. Peristiwa alam pada tengah hari itu hanya bisa dilihat di kota atau daerah tertentu di Indonesia. Pulau Jawa termasuk yang terkena pengaruh fenomena ini.

Astronom dari Institut Teknologi Bandung Danny Herdiwijaya mengatakan hari tanpa bayangan matahari pada tengah hari bisa diamati di Pontianak, Riau, Jambi, serta Palu. “Di daerah yang dilewati garis ekuator atau garis nol derajat,” ujarnya, Jumat 2 Maret 2024.

Fenomena alam itu terjadi akibat pergerakan bumi terhadap matahari. Bagi penduduk bumi, yang terjadi seperti sebaliknya, yaitu matahari yang bergerak dari utara ke selatan bumi dan sebaliknya.

Saat matahari seolah-olah bergerak dari selatan bumi ke utara seperti yang terjadi saat ini, matahari akan melewati garis ekuator. Ketika sampai tepat di garis itu pada 21 atau 22 Maret tengah hari, matahari tepat berada di atas benda apa pun. Bayangannya pun jadi nihil.

Peristiwa serupa akan terulang pada 21 atau 22 September 2024. Saat itu matahari seperti bergerak dari utara ke selatan Bumi.

Di daerah lain atau di luar daerah garis ekuator, bayangan matahari pada tengah hari akan terlihat seperti biasa. “Karena posisi Bumi itu miring 23,5 derajat,” kata mantan Direktur Observatorium Bosscha, Lembang, tersebut.

Di Indonesia, pengamatan tengah hari tanpa bayangan itu leluasa dilakukan banyak orang di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Sedangkan di Riau, kata Danny, letaknya di daerah hutan. Adapun di Palu agak ke utara. “Di daerah Maluku atau Irian jatuhnya di lautan,” katanya.

Khusus tugu titik nol derajat di Pontianak, ujar Danny, kini telah bergeser cukup jauh hingga puluhan meter dari tempatnya semula. “Dulunya dekat Sungai Kapuas, sekarang makin menjauh,” ujarnya. Pergeseran itu diduga kuat akibat pergerakan lempeng Bumi.