Ghana, yang belakangan hutannya tak lagi memiliki kayu untuk ditebang (luasnya menyusut hingga seperempat dari luas pada 1990), berencana beralih memburu kayu pohon-pohon mati dari dasar Danau Volta. Kayu-kayu gelondongan itu dinilai “eksotis” karena nilai ekspornya per tahun bisa mencapai US$ 100 juta.
Danau Volta, satu di antara danau-danau buatan besar di dunia, memendam pepohonan itu pada 1964 demi sebuah proyek pembangkit listrik tenaga air. Kini, ketika pembangkit tersebut memberi “terang” kepada Ghana dan tetangganya, Togo dan Benin, kayu-kayu itu masih relatif utuh berkat cahaya dan kadar oksigen yang tipis di dasar sana.
Penelitian menggunakan sonar beresolusi tinggi yang dilakukan oleh Clark Sustainable Resource Developments (CSRD), sebuah perusahaan berbasis di Vancouver, Kanada, telah menemukan bukti bahwa ada lebih dari 100 spesies pohon yang terkubur di dasar danau. Di antara mereka ada para “primadona” kayu keras seperti jati, eboni, dan mahoni.
Praktek penambangan kayu gelondongan dari dalam air maupun tanah memang tidak baru. Negara-negara seperti Brasil dan Suriname juga mengenalnya, meski tidak seluas skala yang akan dikerjakan CSRD di Ghana.
Sejauh ini, CSRD sudah memastikan hak konsesi atas 40 persen luas danau itu hingga 25 tahun ke depan. Sebagai imbalannya, CSRD wajib menyetor 20 persen nilai bersih dari kayu-kayu yang didapatnya nanti kepada pemerintah Ghana.
Banyak ahli menyambut positif beralihnya perhatian para pemburu kayu dari hutan di daratan ke dasar danau itu. Mereka memandangnya sebagai sebuah keuntungan dalam upaya menyelamatkan hutan yang tersisa di daratan negeri Afrika Barat tersebut.
Meski demikian, ada pula yang mencemaskan dampak sosial dan lingkungan dari proyek yang siap dimulai oleh CSRD itu. “Keuntungan yang dibayangkan harus juga diimbangi dengan dampak negatif terhadap perikanan di danau, misalnya bakal meningkatnya sampah industri dan domestik yang masuk ke dalam ekosistem danau oleh industri jenis baru ini,” ujar Christopher Manu dari Friends of Earth.
Menjawab kekhawatiran Manu, CSRD berjanji tidak akan mengganggu habitat ikan dengan hanya mengambil batang-batang pohon yang layak. Mereka menyatakan akan meninggalkan sistem perakaran pada tempatnya agar ikan-ikan bisa tetap berbiak di sana.