Hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT mulai dilirik industri. Pemilik perusahaan Ciputra Grup, Ciputra, dan PT Martina Berto, Martha Tilaar, Kamis (6/11), menandatangani nota kesepakatan dengan BPPT untuk mengembangkan riset aplikatif.
”Ciputra Grup mengharapkan riset kantong aspal yang tahan panas sampai 120 derajat Celsius. PT Martina Berto mengharapkan riset pengembangan alat ekstraksi tanaman untuk minyak aroma herbal,” kata Pelaksana Tugas Kepala BPPT Wahono Sumaryono dalam konferensi pers seusai penandatanganan nota kesepakatan atau letter of intent (LoI) tersebut.
Menurut Wahono, momentum ini mempertemukan inventor (penemu) dengan investor yang jarang terjadi. Selama ini banyak temuan-temuan BPPT yang kurang dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, termasuk kalangan industri. Temuan tersebut merupakan hasil kerja keras periset BPPT yang sekitar 500 orang berjenjang pendidikan doktor dan sekitar 600-700 orang berjenjang pendidikan master.
Harus dipasarkan
Ciputra mengatakan, hasil-hasil riset BPPT jangan cuma didokumentasikan, tetapi harus bisa dikomersialkan. Caranya, bisa saja BPPT menawarkan hasil risetnya ke pasar, atau mencari tahu riset apa yang dibutuhkan pasar. Ciputra tidak menyalahkan sepenuhnya periset yang lebih berorientasi kepada riset, tanpa berorientasi komersial.
”Pendidikan di Indonesia memang lebih suka melahirkan akademisi semata. Seharusnya, juga mendidik entrepreneur yang bisa mengomersialisasikan hasil-hasil riset,” kata Ciputra.
Martha Tilaar mengkritik, selama ini banyak periset sampai tingkat profesor pun masih menyimpan hasil-hasil risetnya sendiri. ”Tidak ada upaya untuk menjadikan hasil-hasil riset tersebut sebagai komoditas yang bermanfaat untuk masyarakat banyak,” ujar dia.
Wahono mengungkapkan, perspektif riset sekarang cenderung terbatas pada kepentingan periset, karena minimnya dana dan infrastruktur. Semestinya dalam kondisi seperti sekarang, riset lebih berorientasi pada kebutuhan pasar.
”Peneliti atau perekayasa masih banyak yang mengejar kepuasan batin semata. Ke depan, ini tinggal diarahkan saja supaya penelitian bisa bersinergi dengan kebutuhan entrepreneur, termasuk kalangan industri, sehingga bisa lebih berguna bagi masyarakat,” kata Wahono.
Paten lama
Menurut Wahono, kendala aplikasi riset untuk menunjang sektor industri terletak pada proses memperoleh paten yang sangat lama. Dalam 10 tahun terakhir, misalnya, BPPT hanya memperoleh 79 paten dari ratusan temuan yang diusulkan patennya.
”Proses pengajuan paten tidak pernah dijawab dengan tegas, bisa atau tidak. Seperti hasil riset saya, sudah delapan tahun tidak pernah jelas bisa memperoleh paten atau tidak,” kata Wahono.
Kesulitan memperoleh paten juga dialami Martha Tilaar. Dalam lima tahun terakhir, perusahaan yang dipimpinnya mengusulkan 29 paten, tetapi baru satu paten yang diperoleh.
”Teknologi yang berkembang sangat cepat, semestinya bisa diimbangi dengan proses memperoleh paten yang cepat pula,” kata Martha Tilaar.
Menurut Wahono, pengujian untuk memperoleh paten paling cepat 18 bulan. Waktu ini dinilai terlalu lama