Skip to content

Insentif Khusus bagi Industri Pengguna Riset Aplikasi Penelitian

Untuk memacu pemanfaatan hasil-hasil penelitian perguruan tinggi ataupun lembaga penelitian, pemerintah perlu memberikan insentif khusus bagi industri yang menggunakan hasil riset dalam negeri. Insentif bagi industri itu akan turut mendorong berkembangnya penelitian dan penyediaan dana riset bagi para peneliti.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Anton J Supit di Jakarta, Selasa (31/8), mengatakan, tidak sinkronnya hubungan antara hasil penelitian dan industri sudah berlangsung sejak lama. Kondisi itu salah satunya terlihat dari tidak termanfaatkannya temuan benih-benih unggulan berbagai jenis tanaman, seperti padi atau jagung, yang dihasilkan sejumlah lembaga penelitian.

Menurut dia, peneliti dan industri yang memanfaatkan hasil penelitian atau membiayai riset perlu mendapatkan insentif khusus dari pemerintah. Insentif itu diperlukan untuk merangsang para peneliti mau melakukan penelitian secara berkesinambungan dan industri mau terus mendanai penelitian tersebut.

Insentif bagi peneliti dapat diberikan dalam bentuk pengadaan dana-dana penelitian yang memadai dan berkesinambungan. Sedangkan bagi industri, insentif dapat diberikan dalam bentuk potongan pajak.

Kebijakan pemerintah, menurut Anton, seharusnya mendorong semua pengusaha untuk mau memanfaatkan kemampuan para peneliti dalam negeri. Langkah ini akan menggerakkan roda perekonomian sekaligus mengembangkan dunia penelitian dan pendidikan.

”Perlu aturan jelas yang mengatur pemanfaatan hasil penelitian perguruan tinggi atau lembaga penelitian dengan industri,” katanya.

Kurang komunikasi

Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Wawan Gunawan A Kadir mengatakan, kecilnya jumlah penelitian yang dimanfaatkan industri merupakan akibat lamanya waktu yang diperlukan bagi hasil riset perguruan tinggi untuk dapat diterapkan di dunia industri, antara 5 dan 25 tahun. Lamanya waktu dan besarnya biaya riset membuat industri memilih membeli lisensi produk asing untuk diproduksi di Indonesia.

Komunikasi antara peneliti dan pelaku industri juga dinilai Wawan sangat kurang. Para dosen harus aktif mendekati industri agar mau memanfaatkan kemampuan atau menggunakan hasil riset mereka. Sedangkan permintaan riset dari industri juga lebih banyak memanfaatkan hubungan personal mereka dengan dosen-dosen tertentu saja yang telah mereka kenal.

Selain itu, kecilnya rasio hasil riset yang dimanfaatkan industri dengan jumlah perguruan tinggi disebabkan riset-riset yang termanfaatkan masih didominasi oleh hasil penelitian lima perguruan tinggi besar. Perguruan tinggi itu adalah ITB, Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

”Butuh kemauan politik untuk mendorong industri agar mau memanfaatkan hasil riset dalam negeri serta mendorong perguruan tinggi agar melakukan riset yang sesuai dengan kebutuhan industri,” katanya.