Warnanya hitam. Bentuknya bulat-bulat. Ukurannya mendekati besar kepalan tangan. Rada berbulu pada permukaan kulit. Dan memiliki delapan kaki. Itulah tarantula.
Di banyak negara, tarantula dikenal sebagai laba-laba beracun. Bahkan tak sedikit yang ngeri akan binatang bertelur itu.
Tapi di Kamboja, khususnya pada Desa Trov Pheang Ctas, tarantula menjadi buruan anak kecil. Dengan tangan tak berpelindung, si anak menangkap tarantula. Kemudian, hewan itu dibersihkan serta dibalur dengan mentega.
“Goreng. Lalu hap! Tarantula masuk ke mulut si anak,” tulis situs berita Daily Mail, Rabu, 21 November 2024.
Fotografer Inggris, George Nickles, yang memotret kehidupan di Desa Trov Pheang Ctas, hanya terdiam melihat hal itu. “Mereka begitu santai memburu tarantula, seperti anak-anak Inggris yang tengah memanen stroberi,” kata Nickles. “Saya takjub.”
Tarantula, tikus, kadal, katak, dan kalajengking merupakan menu biasa yang kerap disantap warga Kamboja. Namun tidak ada rekam jejak yang menunjukkan sejak kapan mereka memakan hewan beracun atau berbisa.
“Beberapa sumber mengatakan kebiasaan itu muncul sejak pasukan Khmer Merah berkuasa di Kamboja,” kata Nickles. “Banyak warga yang kelaparan, hingga nekat memakan hewan berbahaya.”
Dalam memburu tarantula, anak-anak Kamboja terkadang membekali diri mereka dengan bambu atau cangkul. Dengan alat itu, mereka gali sarang tarantula. Begitu si hewan keluar, hup! Ditangkaplah binatang itu.
“Mereka pegang bagian punggung tarantula agar terhindar dari gigitannya,” kata Nickles.