Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia harus lebih ketat melakukan evaluasi dan pengendalian kegiatan proyek penelitiannya sebab anggarannya terbatas, sementara target pencapaiannya tinggi.
Usulan proyek penelitian yang didanai harus berskala nasional, bahkan dunia. Dengan pendampingan pakar yang kompeten, penelitian harus dapat diselesaikan dengan baik dan masuk jurnal internasional. Hal itu disampaikan pakar taksonomi LIPI yang telah pensiun, Mien Rifai, menanggapi pergantian Ketua LIPI, Senin (14/6).
Kemarin, Kepala LIPI Umar Anggara Jenie yang telah memimpin lembaga itu sejak 2002 digantikan oleh Lukman Hakim yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala LIPI sejak 2003.
Mien, anggota Tim Seleksi Proposal Penelitian di LIPI, mencontohkan hasil riset seorang peneliti parasitologi yang dibimbingnya yang dapat masuk jurnal ilmiah di Amerika Serikat. ”Masuknya hasil riset ini ke jurnal internasional akan mengangkat nama lembaga di dunia,” ujar Mien, juga Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Evaluasi yang ketat, menurut Mien, dapat mencegah penelitian hanya bertujuan mengejar KUM (indeks prestasi kumulatif) dan kurang mengarah pada keunggulan riset. Masalah besar yang dihadapi masyarakat secara nasional semestinya bisa diatasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Namun, LIPI kurang terlihat perannya.
Tiga tanggung jawab
Sementara itu, mantan Ketua LIPI Taufik Abdullah mengingatkan, ada dua dari tiga tanggung jawab LIPI yang kurang diperhatikan, yaitu sumbangan LIPI memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan tanggung jawab kepada masyarakat. Tanggung jawab lainnya adalah kepada pemerintah.
Hasil penelitian Pusat Riset di LIPI harus dapat dikembangkan sehingga bisa dimanfaatkan masyarakat. Itu bisa terwujud jika ada kerja sama dengan berbagai pihak untuk aplikasinya.
Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata mengatakan, antara kegiatan riset ilmu pengetahuan dan aplikasi di bidang industri tidak sinergi. Indonesia berada di urutan ke-40 dari 133 negara di dunia untuk elemen inovasi pada tingkat daya saing.
”Sistem Inovasi Nasional tidak bisa ditawar-tawar lagi,” kata Suharna. Menurut dia, untuk membentuk Sistem Inovasi Nasional (SIN) diperlukan, antara lain, sinkronisasi teknologi dengan permasalahan yang dihadapi industri dan masyarakat, vitalisasi lembaga intermediasi, dan dukungan kebijakan pemerintah. Suharna mengharapkan, prioritas SIN adalah membentuk sinergi, terutama di bidang pangan dan energi.
Umar Anggara Jenie mengatakan, ia nantinya akan duduk di keanggotaan Komisi Inovasi Nasional. Dari masa kepemimpinannya, ada dua pengembangan teknologi yang kini dapat diandalkan untuk membangun sinergi dengan industri.
”Keduanya terkait lingkungan, yaitu pengembangan pupuk Beyonic yang memadukan pupuk organik dengan mikroba serta teknologi radar pantai,” kata Umar. Kepada Lukman, Umar mengatakan agar semakin erat menjalin kerja sama riset dengan negara-negara lain, seperti Eropa dan Amerika Serikat.