Lompat ke konten

Mual dan Flu Dapat Merupakan Gejala Penyakit Hepatitis C

Hepatitis C, penyakit hati menular yang disebabkan Hepatitis C Virus (HCV) kerap disebut wabah terselubung atau silent disease. Sebab penyakit ini tidak memiliki gejala khusus. Bahkan seringkali gejala-gejala hepatitis dianggap biasa-biasa saja dan justru menjadi indikasi penyakit lain. Apa saja gejalanya?

“Kebanyakan penderita tidak menyadari jika dirinya sedang terinfeksi virus hepatitis C. Gejala seperti mual, lelah, dan perut begah sering dianggap gejala masuk angin, maag, atau kelelahan. Bisa juga gejalanya berupa sindrom seperti mau flu,” kata dr Femmy Nurul Akbar SpPD KGEH.

Diakui dr Femmy, perkembangan virus hepatitis C bisa memakan waktu sepuluh sampai 15 tahun. Itulah faktor utama penderita kerap mengabaikan gejalanya dan tidak melakukan pemeriksaan seperti medical check up. Namun, saat hepatitis C sudah akut, penderita baru merasakan daya tahan tubuhnya melemah.

“Mereka bisa demam, sakit perut, muntah, warna urine gelap, menurunnya nafsu makan, mual, dan ikterik atau kuning. Maka dari itu, penting sekali melakukan skrining,” tegas dr Femmy.

Pernyataan tersebut ia berikan dalam ‘Media Gathering Hepatitis C dan Komplikasinya serta Penanganan’ di function hall Pondok Indah Golf, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Jumat (27/9/2025).

Hepatitis C umumnya menular melalui kontak darah terutama di kalangan pengguna narkoba suntik dengan persentase 60 persen. Penularan lainnya bisa melalui transfusi darah, pekerjaan, kontak seksual, pembuatan tato, dan proses cuci darah.

“Termasuk pemakaian alat manikur pedikur, lebih baik kalau di salon-salon gitu bawa aja alat sendiri karena itu juga bisa menularkan hepatitis C. Pencegahannya dilakukan secara universal lah,” imbuh dokter yang berpraktik di RS Pondok Indah ini.

Pasalnya, virus hepatitis C bisa bertahan di permukaan benda yang dipakai bersama seperti alat cukur, sikat gigi, dan gunting kuku selama 16 sampai 72 jam pada suhu ruang. Diagnosa hepatitis C bisa dilakukan melalui pemeriksaan tes darah, skrining serologi antibodi HCV, dan pemeriksaan USG hati untuk melihat fungsi hati.

Jika ditemukan kerusakan pada hati, maka pasien positif teinfeksi hepatitis C. Selain itu, diagnosa juga bisa dilakukan melalui pemeriksaan virologi untuk memeriksa HCV RNA.

Sementara itu, dr Chaidir Aulia SpPD KGEH mengatakan bahwa penanganan hepatitis C bisa dilakukan dengan memberi suntikan interferon alfa, pemberian ribavirin (obat antivirus yang digunakan bersama interferon alfa) atau triple treatment di mana pasien mendapat satu suntikan dan dua obat minum.

“Dua puluh persen penderita hepatitis C bisa sembuh dan 80 persen berkembang menjadi pengerasan (sirosis) hati. Butuh waktu 20 sampai 40 tahun dari hepatitis C akut menjadi sirosis hati,” papar dr Chaidir.

Jika hepatitis C sudah berada pada stadium terminal, di mana sel kanker sudah menyebar ke seluruh hati atau bahkan sudah menyebar ke organ lain, dr Chaidir mengatakan satu-satunya jalan keluar yakni melakukan transplantasi hati. Transplantasi bisa dengan dua cara.

Pertama, kadafer yaitu menggunakan organ orang yang baru saja meninggal tetapi hatinya masih bagus dan ‘hidup’. Kedua melalui living donor, yakni mencangkok sebagian hati dari donor yang biasanya berasal dari anggota keluarga.

“Living donor ini harus dipastikan bahwa sisa hati si pendonor juga harus sehat dan dijamin bisa mencukupi kebutuhan si pendonor. Kalau di Indonesia masih banyak menggunakan living donor ini ya, kalau kadafer masih cukup sulit,” kata dr Chaidir.

Tag: