Pengesahan rancangan peraturan pemerintah tentang lahan gambut menunggu pembahasan lintas kementerian di Sekretariat Negara. Pembahasan akhir itu membuka peluang penghapusan pasal pemanfaatan gambut bagi perkebunan, pertambangan, dan pertanian.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Masnellyarti di Jakarta, Jumat (14/5), menanggapi desakan Greenpeace agar pemerintah melarang pembukaan lahan gambut.
Isi dari rancangan peraturan pemerintah (RPP) per 7 April 2022 itu menggolongkan: lahan gambut yang kedalamannya kurang dari tiga meter dan bukan kubah gambut sebagai kawasan budidaya gambut (KBG). Pasal 16 Ayat (1) RPP itu menyatakan, KBG bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan, permukiman, pertambangan, transmigrasi, ekowisata, atau infrastruktur.
Masnellyarti menyatakan, jika sektor kehutanan dan pertanian tidak lagi ingin memanfaatkan gambut, pelarangan pembukaan gambut melalui rancangan peraturan pemerintah tentang pengendalian kerusakan ekosistem gambut sangat dimungkinkan.
”Pasal pemanfaatan lahan gambut berketebalan kurang dari tiga meter dalam RPP itu muncul untuk mengakomodir kepentingan sektor pertanian, kehutanan, pertambangan, ataupun pembangunan infrastruktur. Jika sektor kehutanan dan pertanian tidak lagi membutuhkan lahan gambut, pasal pemanfaatan gambut berkedalaman kurang dari tiga meter bisa dihapus. Untuk itu, KLH mengharapkan dukungan semua pihak,” kata Masnellyarti.
Komitmen menteri
Juru Kampanye Greenpeace Asia Tenggara Joko Arif menyatakan, pihaknya telah menerima komitmen Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan untuk tidak membuka lahan gambut.
”Komitmen itu disampaikan kedua menteri secara terpisah ketika mereka menerima delegasi Greenpeace. Komitmen kedua menteri itu merupakan langkah besar Indonesia untuk memenuhi target reduksi emisi pada 2020. Komitmen itu harus diikuti penghapusan pasal budidaya lahan gambut dalam RPP yang sedang dibahas,” kata Joko.
Komitmen untuk tidak mengalihfungsikan lahan gambut, antara lain, disampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dalam sambutan peluncuran buku Peta Jalan Menuju Penyelamatan Ekosistem Sumatera di Jakarta pada Selasa malam lalu.
”Masih ada 6,7 juta hektar lahan telantar. Juga banyak hutan yang dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit, tetapi belum ditanami. Jadi, kebijakan alih fungsi lahan gambut dihentikan sementara,” kata Zulkifli.
Kajian Wetlands International-Indonesia Programme yang dipublikasikan melalui dokumen Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut (Daniel Murdiyarso dkk, 2004) menyatakan, lahan gambut yang diganggu (dibuka untuk perkebunan, misalnya) akan melepaskan emisi gas rumah kaca. Pembukaan gambut akan melepaskan gas karbon dioksida (CO), metana (CH), dan nitrous oksida (NO)