Menurutnya, pembangunan PLTN diamanatkan undang-undang. Ia mengatakan dalam undang-undang mengenai rencana jangka panjang nasional, PLTN menjadi salah satu sumber energi yang harus sudah tersedia sejak tahun 2015.
“Pemerintah punya kewajiban meneruskan amanat undang-undang tersebut, kalau tidak, bisa di-impeach. Kalau memang PLTN bukan pilihan, kita harus amandemen dulu undang-undang itu,” lanjut Kusmayanto. Selama masih diamanatkan undang-undang, riset PLTN jalan terus. Sejauh ini, Batan Tenaga Atom Nasional (BATAN), yang ditunjuk sebagai pengembang teknologi, sudah berhasil mengoperasikan pembangkit tenaga nuklir, meskipun hanya skala kecil 5 megawatt.
Pihaknya akan tetap fokus ke PLTN dan terus mengkaji dampak positif dan negatifnya dari perspektif teknologi, sosial, dan ekonomi. Hasil kajian ini yang akan dibawa kepada pemerintah dan DPR untuk memutuskan meneruskan pembangunan atau tidak.
“Pro kontra mengenai PLTN itu biasa. Justru ini ongkos pembelajaran publik yang paling murah,” ujar Kusmayanto. Ia menyayangkan jika kajian mengenai PLTN berhenti hanya karena kepentingan politik. Di lain pihak, ia ingin tema teknologi seperti PLTN menjadi pembicaraan utama di panggung politik. “Saya ingin iptek seksi di politik,” ujarnya.
Milis pembaca Kompas di [email protected] menjadi salah satu wadah tempat berinteraksi dan bertukap pikiran. Milis yang lahir secara mandiri oleh komunitas pembaca Harian Kompas dan dimoderatori Agus Hamonangan ini sudah diikuti lebih dari 3000 anggota yang berasal dari berbagai latar belakang.