Pendekatan harm reduction diperlukan dalam pengendalian infeksi HIV/AIDS. Peningkatan jumlah kasus AIDS juga semakin memprihatinkan.
Hal itu terungkap dalam diskusi yang membahas intervensi pengurangan dampak buruk HIV/AIDS di Indonesia yang diselenggarakan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Kementerian Kesehatan, Selasa (31/8).
Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, kasus AIDS meningkat selama lima tahun terakhir. Jumlah kasus menjadi delapan kali lipat, yakni dari 2.684 kasus pada 2004 menjadi 17.699 kasus pada pertengahan 2021. Sampai dengan Juni 2022, tercatat ada 21.770 kasus AIDS.
Sekitar 49,3 persen penularan HIV melalui hubungan seksual heteroseksual. Setelah itu, penularan lewat jarum suntik di kalangan pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain (napza) sebesar 40,4 persen. Pengguna narkoba dengan jarum suntik umumnya berusia muda dan juga beraktivitas seksual.
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Nafsiah Mboi mengatakan, harm reduction (pengurangan dampak buruk), seperti penggunaan jarum suntik, terapi rumatan metadon, dan kondom, dipandang skeptik oleh masyarakat. Padahal, kebijakan spesifik itu sangat penting dalam pengendalian penularan HIV.
Pendekatan tersebut efektif karena dapat menyelamatkan banyak nyawa generasi muda dari hinggapan HIV dan juga penyakit lain, seperti hepatitis dan sifilis.
”Sekalipun banyak yang skeptik, di Indonesia, pendekatan harm reduction tetap ada kemajuan,” ungkapnya. Dia mencontohkan, terapi rumatan metadon hanya ada di tiga tempat pada 2005 dan meningkat menjadi 35 tempat layanan pada 2020. Target program penanganan untuk pengguna narkoba jarum suntik adalah 300.000 orang pada 2014.