Perkembangan tomografi yang dikenalkan tahun 1972 hingga kini telah sampai pada pencitraan tiga dimensi yang dinamis. Aplikasi teknis diagnosis ini dikembangkan di Indonesia untuk deteksi tabung gas hingga diagnosis dan terapi kanker.
Tomografi atau pencitraan penampang obyek sesungguhnya belumlah lama dikembangkan. Pengembangan teknik pencitraan ini pada awalnya dirintis oleh Cormack tahun 1964. Ia mengenalkan bentuk numerik atau algoritme pencitraan berupa penampang lintang dua dimensi.
Cara Cormack ini diadopsi oleh Hounsfield sehingga ia dapat membuat citra otak atau bagian dalam kepala manusia pada tahun 1972.
Inovasi Hounsfield merupakan cikal bakal dari pemindai tomografi berbantuan komputer atau computer assisted tomography scanner atau computed tomography scanner (CT-Scan). Berkat temuan itu, Cormack dan Hounsfield meraih Nobel bidang kedokteran tahun 1979.
Ternyata pencapaian berarti dalam pengembangan teknik ini selanjutnya banyak diraih oleh Warsito P Taruno (43).
Ia menamatkan sarjana S-1 hingga S-3 di Universitas Shizuoka di kota Hamamatsu, Jepang. Dalam kurun waktu tahun 1988 hingga tahun 1997, Warsito berkutat meneliti sensor dan aplikasinya serta tomografi.
Menjadi dinamis
Melalui tangannya, tomografi dapat dikembangkan dari yang semula 2 dimensi statis menjadi dinamis.
Ketika melanjutkan program posdoktoral di Ohio University dari tahun 1999 hingga 2003, Warsito berhasil menciptakan tomografi 3 dimensi yang statis dan dinamis. Sistem itu disebut electrical capacitance volume tomography (ECVT).
Kunci dari inovasi ini adalah pada algoritme yang menerjemahkan sinyal sensor menjadi citra pada komputer.
Untuk menghasilkan citra realtime (sewaktu) pada layar komputer, ia mendesain alat sensor dan sistem elektrode yang memancarkan pulsa gelombang listrik statis.
Tomografi dengan gelombang listrik statis ini hanya menggunakan tegangan listrik 12 volt untuk setiap elektrode sehingga tidak memakan daya listrik yang besar. Kecepatan pemindaiannya hanya memakan waktu seperseratus detik.
Inovasi ini kemudian menghasilkan dua paten atas nama dirinya di Amerika Serikat, yaitu untuk sensor pemindai dan algoritma neuro-computing yang diciptakannya.
Temuannya ini kemudian digunakan oleh berbagai perusahaan minyak dunia di Amerika Serikat untuk mendeteksi kondisi reaktor kilang minyak dan proses kimia.
Diminati Amerika
Alat ECVT pun menarik minat badan antariksa Amerika Serikat untuk mengembangkannya menjadi sistem diagnosis penampang luar wahana ruang angkasa.
Sistem ini dengan yang digunakan pada deteksi reaktor yang memerlukan pemasangan elektrode di sekeliling reaktor untuk menghasilkan citra tomografi.
”NASA sekarang masih dalam tahap riset merancang sistem ECVT yang dapat dipasang di dalam wahana ruang angkasa untuk mendeteksi adanya gelembung udara di bagian luar wahana itu,” urai Warsito. Adanya gelembung udara dapat menyebabkan kebakaran badan pesawat ruang angkasa karena perubahan suhu yang drastis dalam waktu cepat.
Hal ini lebih lanjut akan mengakibatkan dinding luar pesawat yang terbuat dari keramik hancur. Kejadian seperti ini antara lain terjadi pada penerbangan pesawat ulang alik pada tahun 2003.
Di Indonesia
Ketika kembali ke Tanah Air tahun 2003 Warsito terus mengembangkan berbagai aplikasi ECVT, baik dengan listrik statis maupun dengan gelombang suara ultra.
Dengan menggunakan suara ultra, sistem ECVT telah digunakan untuk memindai tabung gas yang terpasang pada bus transjakarta. Kelebihannya adalah sensor dengan gelombang suara memungkinkan deteksi karat dalam ukuran mikron. Namun, pemindaian memerlukan waktu relatif lama, yaitu hingga 10 menit.
Aplikasi lain adalah menggunakan ECVT untuk memindai bagian dalam kepala manusia. Dengan mendeteksi kelistrikan cairan dalam kepala, dapat diketahui aktivitas otak pada kondisi tertentu. Lebih lanjut alat ini juga dapat mendeteksi adanya zat asing seperti tumor atau kanker dalam kepala.
Terapi kanker
Dalam dua bulan ini, Warsito dan timnya juga menggunakan ECVT untuk melakukan terapi kanker payudara.
Penelitiannya di laboratorium UGM menunjukkan ECVT dapat mematikan 30 persen sel kanker dalam waktu 3 hari. Sementara itu, uji coba pada manusia dengan prototipe alat yang dirancangnnya menunjukkan sistem ini dapat mematikan sel kanker dalam waktu satu bulan.
Alat ECVT dapat membunuh sel kanker, melalui pancaran listrik statis yang terpancar terus-menerus. Gelombang listrik ini dapat mengganggu proses pembelahan sel kanker, hingga menghancurkannya.
Prototipe ini akan terus dikembangkan untuk terapi kanker lainnya. Dalam waktu setahun ini, Warsito dan timnya di Edwar Technology akan mengembangkannya ke tahap komersial.