Skip to content

Plastik Ramah Lingkungan Dari Limbah Minyak Kelapa Sawit Ditemukan Oleh Peneliti Universitas Sumatera Utara

Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah lingkungan berbahan hasil samping minyak sawit mentah. Plastik yang selama ini beredar masih memakai senyawa yang berpotensi mengganggu kesehatan manusia. Hasil samping sawit terbukti aman.

”Hasil samping berupa gliserol digunakan sebagai pelunak plastik. Bahannya banyak terdapat di sekitar kita. Pemanfaatan hasil samping minyak sawit ini sekaligus bisa meningkatkan nilai jualnya,” kata Basuki Wirjosentono di Kampus Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Medan, Jumat (22/8).

Gliserol menjadi bahan pengganti dioktil ptalat atau dalam istilah kimia dikenal dengan DOP. Selama ini DOP bereaksi cepat dan murah harganya. Sayangnya, zat kimia ini bersifat racun yang menyebabkan kanker. Adapun gliserol lebih aman bagi kesehatan dan tidak mengandung racun.

Dalam penelitiannya, Basuki mengubah gliserol menjadi poligliserol agar zat ini menjadi lebih kental. Selanjutnya, dia mengubahnya lagi menjadi poligliserol asetat agar senyawa ini bisa bercampur baik dengan plastik. Dia melakukan penelitian ini dari lima tahun lalu.

Untuk saat ini hasil penelitiannya belum dimanfaatkan secara komersial. Di sejumlah forum internasional, Basuki sudah mengenalkannya. Produksi alat pelunak plastik ini masih dalam skala laboratorium dalam jumlah liter.

Di kesempatan yang sama, Basuki prihatin dengan banyaknya kandungan zat kimia berbahaya yang terdapat dalam plastik pembungkus makanan. Salah satunya pada plastik kemasan untuk air mineral. Selama ini masyarakat tidak banyak tahu bahwa kemasan plastik di air mineral terkandung lebih dari lima senyawa kimia.

Senyawa itu, apabila salah perlakuan, bisa membahayakan kesehatan masyarakat sebagai pemicu kanker. Dia telah menguji sejumlah merek minuman mineral dalam kemasan (tanpa bersedia menyebut merek—Red) belakangan ini. Pengujian dia lakukan dengan memanaskan air kemasan dalam plastik itu pada suhu 100 derajat Celsius.

”Hasilnya, air rebusan terbukti mengandung fenol 200 ppm (bagian per sejuta). Padahal, Departemen Kesehatan hanya mengizinkan kandungan fenol 2 ppm saja,” katanya. Fenol merupakan zat kimia yang bersifat racun dan memicu terjadinya kanker pada manusia. Lantaran itu, perlu adanya perlakuan yang benar dengan tidak meletakkannya pada suhu tinggi. Kenyataannya, masyarakat masih memakai plastik untuk mengisi air panas atau meletakkan air mineral dalam kemasan pada suhu tinggi.

Peneliti Universitas Negeri Medan (Unimed), Eddiyanto, mengatakan, salah satu cara untuk menghindari dampak zat itu adalah dengan reaksi kimia. Fenol, katanya, bisa diikat dengan zat lain sehingga tidak bisa menyebar ke air dalam kemasan. Namun, ini kembali pada niat baik produsen air kemasan sehingga konsumen aman mengonsumsinya. Pemanfaatan zat yang ramah lingkungan untuk plastik masih sedikit karena pertimbangan ekonomi.

3 thoughts on “Plastik Ramah Lingkungan Dari Limbah Minyak Kelapa Sawit Ditemukan Oleh Peneliti Universitas Sumatera Utara”

  1. Sebuah hasil penemuan yang sangat ramah lingkungan.
    Saya sangat tertarik mencoba Poligliserol asetat.
    Di pasaran sudah ada Gliserol atau Gliserin.
    Yang dimaksud poligliserol asetat oleh bpk.Basuki Wirjosentono belum ada didapat dipasar.
    Bagaimana saya bisa mendapatkannya???
    Bagaimana saya bisa menghungi bpk Basuki???
    No.hp saya: 0812 63574707
    [email protected]
    Terimakasih

  2. bagaimana cara agar saya bisa mendapatkan poligliserol asetat yang bapak maksud?mohon informasinya.tks

Comments are closed.