Skip to content

Pohon Asem Buto Asal Afrika Berumur 700 Tahun Setinggi 47 meter Diameter 16 Meter Berhasil Dipindahkan Ke Universitas Indonesia

Menurut situs Wikipedia, pohon african baobab atau asem buto termasuk dalam genus Adansonia, yang diambil dari nama penemunya seorang peneliti asal Perancis, Michel Adanson.

Terdapat delapan spesies pohon yang termasuk genus Adansonia, enam di antaranya merupakan tumbuhan asli Madagaskar, satu di Afrika, dan satu di Australia.

Pohon ini memiliki banyak nama. Selain baobab, pohon ini juga dikenal dengan nama boab, boaboa, pohon botol karena bentuknya yang mirip botol, pohon terbalik, atau pohon monkey bread.

Pohon ini mampu mencapai ketinggian 5-30 meter, dengan diameter batang mencapai 7-11 meter. Tapi, glencoe baobab, salah satu jenis african baobab yang ditemukan di Provinsi Limpopo, Afrika Selatan, kerap kali disebut sebagai pohon terbesar yang pernah hidup. Tingginya mencapai 47 meter dan lingkar batangnya hampir 16 meter.

Beberapa jenis baobab dapat hidup hingga ribuan tahun, walaupun sulit untuk mengetahui secara tepat usianya karena kulit pohon ini tidak memproduksi lingkaran usia seperti kebanyakan pohon berkayu. Tapi, tes karbon mungkin dapat digunakan mengetahui usia pohon baobab.

Karena usianya yang panjang dan nyaris tak pernah diganggu benalu itu, baobab juga dikenal sebagai pohon abadi. Pohon ini tidak terlalu sulit tumbuh. Hanya saja, dibutuhkan lahan yang luas untuk memberinya kesempatan menjadi besar

Akhir pekan lalu, dua pokok pohon raksasa African Baobab (Adansonia Digitata) berhasil dipindahkan dari halaman sebuah perusahaan agrobisnis di Subang, Jawa Barat, ke lahan di sekitar Gedung Rektorat Universitas Indonesia (UI), di Depok, Jawa Barat. UI berencana memiliki 10 pokok pohon yang oleh masyarakat lokal dikenal dengan nama Kitambleg atau Asem Buto itu.

Apakah keistimewaan pohon yang kini diperkirakan berusia 160 tahun itu? Dan, mengapa Ul tertarik untuk memiliki pohon yang untuk memindahkan satu pokoknya saja membutuhkan biaya sekitar Rp 100 juta itu?

Rektor Ul, Gumilar Rusliwa Somantri, mengatakan, Ul akan meneliti secara lebih mendalam manfaat dari African Baobab. Pasalnya, menurut sebuah penelitian di Jerman, berbagai bagian dari pohon yang disebut Superfruit itu mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi dan berguna bagi kesehatan.

Kandungan vitamin C dari buah Baobab disebutkan sangat tinggi. bahkan hingga enam kali lebih banyak dari yang terkandung dalam jeruk. Kadar kalsiumnya lebih banyak dart yang terdapat di susu. Dan, bukan itu saja.

“Daun dart pohon ini dapat dipergunakan untuk bahan lalap atau sayur, yang mengandung mineral sangat tinggi,” kata Gumilar.

Di Eropa, buah pohon Baobab diterima sebagai produk alam dari Afrika yang daging buahnya diproduksi dalam kemasan bubuk yang khusus dipergunakan masyarakat Eropa, sebagai penambah bahan untuk mengolah sup dan berbagai makanan olahan lainnya.

Kulit pohon Baobab tersebut juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan masyarakat, seperti bahan membuat tali, dan pakaian. Berbagai kandungan zat dalam pohon itu juga dipergunakan sebagai ramuan dalam pengobatan tradisional.

“Program studi Herbal Medicine UI (program Strata 2) akan melakukan penelitian terhadap pohon tersebut,” ujar Gumilar.

Menurut dia, pohon Baobab berpotensi menjadi pohon masa datang untuk mengawal peradaban manusia. Pohon ini juga dapat menjadi solusi dalam menghadapi kekurangan pangan, air dan energi pada isu pemanasan global, perubahan iklim dan pertambahan penduduk yang terus mengalami peningkatan.

“Kalau kita dapat mengonsumsi padi dengan kandungan nutrisi yang tinggi seperti yang ada dalam buah Baobab, kebutuhan vitamin dan lainnya sudah dapat terpenuhi hanya dengan mengonsumsi padi jenis ini,” kata Gumilar.

Saat ini, sudah ada tujuh pohon African Baobab yang dikonservasi di UI. UI bekerja sama dengan PT Waskita Karya, perusahaan konstruksi yang memiliki peralatan berat, untuk memindahkan pohon-pohon yang tingginya sekitar 45 meter dan beratnya mencapai 50 ton itu.

Sebanyak 5 pohon dipindahkan dari lahan milik PT Rajawali Nusantara Indonesia, badan usaha milik negera yang bergerak di bidang pembuatan gula di Cirebon, Jawa Barat. Kelima pohon Baobab itu dipindahkan sekitar dua bulan lalu, dan kini sudah mulai tumbuh pucukpucuknya.

Adapun dua pohon yang terbaru, berasal dari lahan milik PT Sang Hyang Seri (SHS), perusahaan yang bergerak di bidang pertanian di Subang, Jawa Barat. Dalam waktu dekat, sebanyak tiga pohon Baobab lagi dari lahan SHS juga akan dipindahkan ke UI. Sehingga nantinya, UI akan memiliki 10 pohon Asem Buto tersebut.

Sejarah pohon raksasa the african baobab atau pohon “asem buto” di Indonesia belum diketahui pasti. Hal tersebut terutama pada pertanyaan, kapankah kali pertama bibit baobab ditanam di Indonesia. Berdasarkan survei Trubus di wilayah Jawa Barat, terdapat puluhan pohon baobab yang berusia sekitar 160 tahun.

Ada pula pohon baobab yang diduga berusia lebih tua, sekitar 700 tahun, yang ditanam oleh penduduk setempat. Bibit pohon ini diduga dibawa oleh pedagang-pedagang dari Timur Tengah yang menyebarkan bibit pohon tersebut, sejalan dengan penyebaran ajaran Islam di Tanah Air.

Sejauh ini, tidak banyak masyarakat yang mengetahui manfaat dan kegunaan dari pohon yang mendapat julukan “asem buto” itu karena ukuran batangnya yang bisa sangat besar dan tinggi tersebut. Tidak jarang, penduduk menebang dan menggunakannya sebatas sebagai kayu bakar.

Direktur PT Rajawali Nusantara Indonesia Lestiono mengakui, dia tidak mengetahui manfaat besar dari puluhan pohon baobab yang berada di dalam area perusahaannya itu. Oleh sebab itu, pohon tersebut selama ini hampir tidak pernah dimanfaatkan secara optimal.

“Saya sebelumnya tidak tahu kalau pohon tersebut memiliki manfaat bagi kesehatan,” ujar Lestiono, beberapa waktu lalu.

Hal senada diungkapkan Direktur Utama PT SHS Edi Budiono. Sebagai perusahaan yang menggeluti pembibitan tanaman pertanian, Edi mengaku tergelitik untuk meneliti kemungkinan menciptakan bibit padi varietas unggul yang memiliki kandungan nutrisi lengkap seperti yang terdapat dalam baobab.

“Saya saat ini membayangkan, bagaimana khasiat yang ada di pohon african baobab itu bisa ada dalam tanaman padi,” ujarnya.

Baik Lestiono maupun Edi mendukung penuh upaya Universitas Indonesia untuk mengonservasi pohon baobab dan melakukan penelitian terhadap pohon tersebut.

“Ketika rektor meminta pohon tersebut untuk penelitian, saya menyetujuinya. Tujuan pemindahan pohon tersebut untuk penelitian dan konservasi sehingga saya menyetujuinya,” ujarnya.

1 thought on “Pohon Asem Buto Asal Afrika Berumur 700 Tahun Setinggi 47 meter Diameter 16 Meter Berhasil Dipindahkan Ke Universitas Indonesia”

  1. saya juga baru tahu kalo sedemikian hebat manfaatnya sejak 10 th yg lalu aku tertarik sama pohon ini n sekarang saya punya sekitar 23 ph dengan berbagai ukuran n keunikan bentuk ‘ satu diantaranya mulai berbunga n semoga taun depan bisa merasakan asamnya baobab

Comments are closed.