Skip to content

Restorasi Terumbu Karang Harus Berorientasi Seksual

Para peneliti Universitas Sam Ratulangi mengembangkan studi mengenai potensi rehabilitasi terumbu karang dengan menggunakan metode reproduksi seksual dari karang batu atau hard coral. Metode itu telah dilakukan sejak Oktober 2020 di Taman Laut Bunaken, Sulawesi Utara.

Dr Andreas Roeroe dan Laurentius Lalamentik, MSc dari Fakultas Perikanan Unsrat di Manado, Selasa (24/8), mengatakan, reproduksi seksual lebih ramah lingkungan dan memiliki tingkat keberhasilan lebih baik daripada reproduksi cangkok.

Reproduksi cangkok (aseksual) yang selama ini dilakukan oleh banyak peneliti berisiko merusak karang dengan potensi keberhasilan di bawah 20 persen.

”Dari reproduksi seksual, kami berharap rehabilitasi karang dapat lebih cepat dan lebih baik. Sistem reproduksi ini terukur dalam skala waktu,” katanya.

Ia mengatakan, dalam dua tahun, hasil reproduksi terlihat dengan munculnya karang-karang baru berukuran panjang 4 sentimeter-5 sentimeter.

Menurut Andreas, setiap tahun karang menghasilkan telur yang sangat banyak, istilah ilmiahnya mass spawning. Informasi waktu kapan berlangsung mass spawning karang batu sangat penting dalam metode ini. Saat ini mereka telah mengumpulkan informasi awal waktu mass spawning beberapa jenis karang batu di Pulau Bunaken dan perairan Teluk Manado.

Menurut dia, metode reproduksi seksual telah dilakukan peneliti Jepang, Mineo Okamoto, dari University of Marine Science and Technology di Kepulauan Isikawa, Provinsi Okinawa, sejak 2003. ”Hasil dari Jepang itu kami pelajari dan kami kembangkan,” kata Andreas.

Dekan Fakultas Perikanan Unsrat Laurentius Lalamentik mengatakan, Jepang berminat menjadikan reproduksi seksual terumbu karang di Bunaken sebagai program awal restorasi karang dunia. Kegiatan ini berlangsung Agustus 2022-Maret 2023. Bentuk kerja sama yaitu studi soal restorasi terumbu karang di Teluk Manado dan pelaksanaan workshop di Manado tentang Coral Reef Restoration pada Maret 2023.