Skip to content

Ribuan Fosil Di Situs Patiayam Kudus Terlantar Karena Tidak Ada Dana 16 Milyar Rupiah Untuk Bangun Museum

Ribuan fosil dan fragmen alias serpihan purba dari situs Patiayam, kini “telantar” di kantor balai Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Kumpulan fosil berusia 700 ribu hingga satu juga tahun itu disimpan begitu saja dalam salah satu ruangan di balai desa tersebut.

“Dinas belum memiliki tempat yang representatif untuk penyimpanan fosil,” kata Sacaka Dwi Supani, Kepala Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus, kemarin.

Penggalian yang dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta sejauh ini berhasil mengumpulkan sekitar 3.000 fosil dan fragmen atawa serpihan. Tapi yang sudah diidentifikasi baru sekitar 1.000 fosil. Karena tak tempat yang memadai, untuk sementara fosil-fosil itu disimpan di balai Desa Terban, sedangkan sisanya di kantor Dinas Kebudayaan.

Menurut Sacaka, di antaranya ada fosil gading gajah purba sepanjang 3,7 meter, fosil kerang, kepala kerbau, rahang kudanil, dan rahang gajah. Selain itu, di lokasi tersebut ditemukan fosil manusia purba kelompok hominid atau Homo erectus.

Situs Patiayam masuk peta Paleoantropologi Indonesia setelah Sangiran, Trinil, Ngandong, Ngawi, dan Perning. Situs ini juga telah terdaftar sebagai salah satu warisan dunia versi Badan Pendidikan, Keilmuan, dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO. Peneliti pertama yang masuk ke Patiayam adalah Van Es (1931). Pada waktu itu, ia menemukan sembilan fosil vertebrata.

Sebenarnya, sejak 10 tahun lalu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus ingin membangun sebuah museum di lokasi tersebut. Namun, karena terbentur dana, rencana pembangunan museum senilai Rp 16 miliar itu tak pernah terlaksana. “Desa Terban telah menyiapkan lahan seluas 7.500 meter persegi, tapi kami masih mengkaji asal sumber dananya,” kata Hadi Sucipto, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus.

Fosil purba yang ditemukan di situs Patiayam di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus tampak kurang terawat. Benda purba itu semula ditempatkan di rumah Mustofa, perawat fosil, dan kini disimpan di Balai Desa Terban, ”Sebab, dinas belum memiliki tempat yang layak untuk penyimpanan fosil,” kata Sacaka Dwi Supani, Kepala Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Jumat (10/12). Tempat itu, kata Supani, sifatnya sementara dan kebetulan pemerintah desa mengizinkan sebagian ruang balai desa menjadi tempat penyimpanan fosil.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus berencana untuk membangun museum di lokasi tersebut dengan anggaran Rp 16 miliar. Pemerintah Desa Terban telah menyiapkan lahan seluas 7.500 meter persegi. “Kami masih mengkaji asal sumber dananya,” kata Supani.

Rencana itu sudah digulirkan sejak 10 tahun lalu, kata Mustofa, tapi tidak pernah direalisasikan. “Rupanya museum ini belum dibutuhkan pemerintah kabupaten,” kata dia.

Jumlah fosil Patiayam mencapai sekitar 3.000 fosil dan fragmen. Menurut Supani, 2.000 fosil di antaranya belum diidentifikasi. Bahkan, jumlahnya akan terus bertambah karena Balai Arkeologi Yogyakarta sering melakukan penelitian dan evakuasi di sana. Untuk sementara, 1.200 fosil tersimpan di balai desa dan sisanya disimpan di Kantor Dinas Kebudayaan. Balai Arkeologi Yogyakarta sedang melakukan identifikasi guna melindungi aset daerah Kabupaten Kudus. “Kalau tidak segera diidentifikasi, kami khawatir akan hilang,” kata Supani.

Sebagian fosil itu di antaranya berupa gading gajah purba yang sepanjang 3,7 meter dengan kisaran usia 700 ribu-1 juta tahun yang lalu. Ada pula fosil kerang, kepala kerbau, rahang kuda nil dan rahang gajah. Hasil temuan fosil Patiayam lebih lengkap dan beragam dan termasuk dalam peta paleoantropologi di Indonesia setelah Sangiran, Trinil, Ngandong, Ngawi dan Perning. Situs Patiayam juga masuk dalam daftar warisan dunia yang dikeluarkan UNESCO.

Selain fosil binatang purba, di lokasi itu juga ditemukan fosil manusia purba kelompok hominid atau homo erectus. Peneliti pertama yang masuk ke Patiayam adalah Van Es pada 1931. Pada waktu itu, ia menemukan sembilan fosil vertebrata. Kemudian menyusul Van Bemmelen pada 1948. “Untuk yang terakhir ini, kami masih menunggu kajian Balai Pelestarian Fosil Sangiran,” kata Hadi Sucipto, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.

1 thought on “Ribuan Fosil Di Situs Patiayam Kudus Terlantar Karena Tidak Ada Dana 16 Milyar Rupiah Untuk Bangun Museum”

Comments are closed.