”Setiap kali membicarakan serangga, selalu terbayang menjijikkan. Hal ini harus diubah karena serangga juga sumber protein,” kata Kepala Lembaga Penelitian Pengabdian Pada Masyarakat (LP3M) Unika Santo Thomas Posman Sibuea, Selasa (24/6) di medan.
Posman menceritakan, di beberapa daerah di Sumatera Utara, sejumlah warga pada masa lalu mengonsumsi serangga, seperti belalang, capung, dan sejenis jangkrik. Pangan jenis ini tersingkir karena mendapat label makanan primitif dan diberi simbol kemiskinan.
”Kita harus mempromosikan sumber pangan lokal kalau kita ingin tidak terpengaruh oleh krisis pangan. Kesan menjijikkan dan simbol kemiskinan harus diubah,” papar Posman.
Saat ini di Amerika Serikat mulai dipromosikan sumber protein dari serangga. Dari penelitian yang ada, dalam jumlah yang sama, protein dari mamalia hanya 10 persen yang diubah menjadi materi tubuh manusia, sedangkan serangga bisa diubah menjadi 40 persen materi tubuh.
”Serangga kaya protein. Hampir 60 persen dari berat serangga adalah protein,” kata Posman. Ia menyebutkan, di beberapa daerah jenis serangga lazim dikonsumsi masyarakat terutama di Thailand, seperti ulat sagu, belalang, dan tawon.
Meski begitu, Posman mengingatkan, masyarakat harus hati-hati saat memilih serangga. Serangga yang akan dikonsumsi hendaknya berasal dari daerah atau tempat yang tidak terpapar pestisida.
artikel yg cukup menarik pak……saya tertarik untuk menelitinya.kebetulan saya adalah mahasiswa bapak di FKM-USU jurusan gizi dan kesehatan masyarakat.
kalau di daerah saya, belalang hijau yang kecil-kecil di konsumsi sebagai lauk di saat makan dengan cara pengolahannya di gulai.
saya setuju dengan bapak, kita harus menggalakkan program pangan alternatif agar tidak terjadi krisis pangan.
dalam kesempatan ini, saya juga ingin bertanya kepada bapak.apakah bapak pernah mendengar tentang umbi uwi, yang oleh masyarakat khususnya di jawa dijadikan sebagai makanan alternatif,hal ini juga bisa di hubungkan dengan diversifikasi pangan.rencananya saya tertarik untuk menelitinya.tapi saya masih terbentur dalam pencarian literaturnya pak.
Comments are closed.