Tim arkeologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan Universitas Erlangga Surabaya menemukan jejak manusia purba di Goa Song Genthong Tulungagung. Mereka meminta pemerintah daerah membebaskan kawasan itu dari aktivitas penambangan.
Setelah menyelidiki selama empat hari, tim arkeolog yang beranggotakan Rusyad Adi Suriyanto, Toetik Koesbardiati, dan Agus Tri Hascaryo menemukan jejak manusia purba, di antaranya sisa-sisa hewan atau ekofak serta sisa peralatan hidup seperti peralatam batu dan tembikar atau artefak. “Ini bukti adanya kehidupan manusia purba,” kata Rusyad, Senin, 7 Mei 2024.
Selain benda-benda tersebut, tim pengeksplorasi wilayah mulut goa di Desa Besuki, Kecamatan Besole ini menemukan mata rantai kehidupan biologis manusia purba. Di sana terdapat sungai yang mengalir tepat di depan Goa Song Genthong. Sungai ini diyakini sebagai sumber garam dan cairan manusia purba.
Dari sekian petunjuk tersebut, temuan paling menguatkan keberadaan manusia purba ini adalah rahang bawah dan gigi-gigi makhluk Carnivora dari Ceon Javanica, Tapirus, dan sebagainya.
Tim menemukan bagian ujung atas tulang tibia kiri manusia purba di lokasi itu. Makhluk-mahkluk ini diperkirakan masih terikat kekerabatan Homo Wajakensis yang ditemukan di Tulungagung. “Kami akan lakukan uji DNA atas benda-benda ini,” kata Rusyad.
Tim berharap Pemerintah Tulungagung mensterilkan kawasan itu dari aktivitas penambangan. Saat ini banyak warga menambang marmer di sekitar lokasi penemuan. Pekerjaan itu telah mereka geluti bertahun-tahun dan tak bisa dihentikan.
Tim Kajian Sejarah Sosial dan Budaya (KS2B) Tulungagung sebelumnya menemukan sedikitnya 157 fosil benda purbakala di Dusun Mbolu, Desa Ngepo, Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung. Fosil yang ditengarai sebagai sampah manusia purba atau Kjokken Maddinger itu diduga berumur lebih tua dari manusia purba pertama Homo Wajakensis.
Ketua KS2B, Triyono meyakini Kjokken Maddinger sudah ada pada zaman manusia purba Mesolitikum. Usia barang-barang prasejarah yang berwujud tulang, terumbu karang dan gastropoda atau sejenis siput, cangkang kerang, keong dan tiram diperkirakan antara 20.000–40.000 tahun sebelum Masehi. “Sementara Homo Wajakensis berusia di bawah 15.000 tahun sebelum Masehi,” katanya.