Sejumlah pakar kesehatan kembali membahas mengenai kehalalan vaksin meningitis dalam seminar ”Vaksin Meningitis: dari Sudut Kesehatan dan Hukum Islam”, Selasa (3/8). Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa bahwa vaksin meningitis buatan salah satu produsen farmasi haram karena bersinggungan dengan enzim yang mengandung babi.
Sesungguhnya sejauh mana peran hewan itu dalam pembuatan vaksin? Guru Besar Kimia Medisinal Organik Universitas Gajah Mada Umar Anggara Jenie mengungkapkan, sel-sel bakteria N meningitidis ditumbuhkan pada media pertumbuhan dalam cawan petri yang berisi media padat Mueller Hinton Medium dan Tryptic Soy Broth. Mueller Hinton Medium berisi enzim pankreas babi yang berfungsi melakukan digesti protein-protein yang ada di dalam medium tersebut. Enzim pankreas babi hanya berfungsi sebagai ”gunting” untuk memecah rantai panjang protein menjadi peptida rantai pendek dan asam-asam amino. ”Enzim itu tidak dimakan oleh bakteri, hanya bersinggungan. Tetapi, unsur babi itu tidak masuk ke dalam bakteri. Tidak ada bagian babi yang masuk ke tubuh,” ujarnya. Terlebih lagi, sel-sel bakteri kemudian dipecah dan polisakarida dari bagian dalam sel bakteri itulah yang digunakan sebagai antigen/vaksin.
Polisakarida itu tentu tidak bersinggungan dengan enzim babi. Selain itu, polisakarida tersebut masih dimurnikan dengan cara pencucian dan penyaringan beberapa kali untuk mendapatkan polisakarida (vaksin) yang murni. Bahan lain yang dapat digunakan sebagai pengganti babi adalah sapi, tetapi karena merajalelanya kasus sapi gila, dipakailah enzim pankreas babi. Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan, negara-negara maju pencipta vaksin yang tidak menghiraukan haram atau halal tentu tidak terlalu peduli. ”Seharusnya, Indonesia yang berkepentingan dengan adanya vaksin halal yang meneliti dan mampu memproduksinya sendiri,” ujarnya